z-logo
open-access-imgOpen Access
Pidana Mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Kajian Teori Zawajir dan Jawabir)
Author(s) -
Edi Yuhermansyah,
Zaziratul Fariza
Publication year - 2017
Publication title -
legitimasi: jurnal hukum pidana dan politik hukum/legitimasi
Language(s) - Slovenian
Resource type - Journals
eISSN - 2579-5104
pISSN - 2088-8813
DOI - 10.22373/legitimasi.v6i1.1848
Subject(s) - humanities , physics , philosophy
Tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga dalam pemberantasannya harus dilakukan dengan langkah-langkah yang luar biasa (extraordinary measure), serta menggunakan instrument-instrument hukum yang luar biasa pula (extraordinary instrument). Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo 20 Tahun 2001 dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan; pidana mati terhadap koruptor dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo 20 Tahun 2001 tentang ancaman pidana mati terhadap tindak pidana korupsi, dan bagaimana tinjauan teori zawajir dan jawabir terhadap pidana mati bagi koruptor. Bahan yang penulis gunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode yang penulis gunakan adalah kajian kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca dan menelaah bahan-bahan yang bersifat teoritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pidana mati dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo 20 Tahun 2001 dapat dijatuhkan kepada koruptor dalam keadaan tertentu. Berhubung yang digunakan adalah kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (2), maka penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi tersebut sifatnya adalah fakultatif. Artinya, meskipun tindak pidana korupsi dilakukan dalam “keadaan tertentu” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat saja tidak dijatuhi pidana mati. Sedangkan pidana mati terhadap koruptor menurut teori zawajir dan jawabir, hanya memiliki fungsi sebagai zawajir saja, dosa terpidana tidak terhapus karena hukuman itu. Karena sanksi ini merupakan jarimah ta’zir yang hukumannya ditentukan oleh penguasa. Sementara teori jawabir hanya berlaku bagi jarimah yang dijatuhi hukuman hadd, contohnya zina, sariqah (pencurian), qadhf (tuduhan zina), dan lain-lain, yang perbuatan dan sanksinya sudah ditentukan oleh Allah SWT.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here